Selamat Datang.............

Rabu, Mei 02, 2012

NABI MUHAMMAD S.A.W INSAN FITRAH


Nabi Muhammad s.a.w adalah seorang manusia fitrah yang sejak awal kejadian baginda s.a.w senantiasa bergerak di atas landasan fitrah insan yang suci murni. Fitrah yang suci bersih lagi murni akan mencetuskan perjuangan dalam jiwa apabila insan itu dibaluti oleh suasana yang penuh dengan kemunkaran, kezaliman, penyembahan berhala dan benda-benda alam, perebutan kekuasan, kegilaan kepada harta dan bermacam-macam adat serta kebudayaan yang menyimpang jauh dari sifat fitrah yang asli. Perjuangan dalam jiwa Nabi Muhammad s.a.w sampai ke puncaknya ketika baginda s.a.w mencapai usia 36 tahun. Kejahilan, kesyirikan, kekafiran, kemunkaran dan kezaliman yang merajalela di dalam masyarakat menjadi beban yang sangat berat menghimpit jiwa fitrah baginda s.a.w. Tekanan tersebut menjadi lebih kuat lantaran segala kerusakan itu terjadi kepada orang-orang yang hampir dengan baginda s.a.w, kaum keluarga dan masyarakat yang sama keturunan dengan baginda s.a.w, sedangkan jalan untuk menyelamatkan mereka tidak terbuka. Jiwa fitrah yang sangat mengasihi sesama manusia sangat menginginkan keselamatan dan kesejahteraan kepada sekalian manusia. Jiwa yang seperti inilah yang selalu menderita ketika melihat kerusakan yang terjadi kepada orang lain.
Fitrah yang suci murni memiliki kemampuan yang istimewa yaitu kemampuan untuk mengenal dan mengerti tentang sesuatu yang benar dan juga memiliki kemampuan untuk bergerak kepada yang benar itu. Pada waktu mencapai usia  36 tahun Nabi Muhammad s.a.w diseret oleh fitrah suci baginda s.a.w ke Gua Hiraa, kira-kira 10 km ke utara Makkah. Gua tersebut terletak di atas Gunung Hiraa, kira-kira 20 meter dari puncak gunung. Seorang lelaki yang kuat memerlukan waktu kira-kira 40 minit untuk mendaki dari bawah hingga ke aras Gua Hiraa. Jalan masuk ke dalam gua tersebut sangat sempit, di celah dua buah ketulan batu besar yang hampir bertaut. Seseorang yang ingin melaluinya perlu menyusup dengan bersusah payah. Setelah mampu melamapui jalan yang sempit itu seseorang akan masuk ke dalam satu ruang kosong yang sempit juga. Ruangnya tidak memadai untuk seorang manusia tidur dengan leluasa di dalamnya.
Gua tersebut disembunyikan oleh batu-batu besar, hampir-hampir tidak ada cahaya matahari yang masuk ke dalamnya. Batu-batu di sekitar gua itu berwarna hitam kemerah-merahan yang bisa menimbulkan rasa takut dalam hati siapapun yang menyaksikan pemandangan di sana. Bagian yang terdapat Gua Hiraa merupakan bagian yang paling menakutkan di antara semua bagian Gunung Hiraa.
Tarikan Fitrah telah membawa Nabi Muhammad s.a.w ke tempat yang tidak ada manusia mau pergi, apa lagi tinggal beberapa hari di sana siang dan malam. Bulan Ramadan merupakan waktu yang paling baginda s.a.w gemari berkhalwat di Gua Hiraa. Baginda s.a.w berulang-kali ke Gua Hiraa sampai wahyu yang pertama turun ketika usia baginda s.a.w mencapai 40 tahun.
Suasana Gua Hiraa menceritakan bahwa hanya insan yang berjiwa besar dan sangat berani serta bersemangat baja saja yang sanggup tinggal di sana seorang diri, siang dan malam dan berhari-hari lamanya. Hanya tawakal dan keyakinan yang teguh membuat seseorang mampu bertahan di dalam kegelapan Gua Hiraa, tidak dapat melihat binatang bisa seperti ular dan jengking yang mungkin muncul pada bila-bila masa saja. Insan yang bisa tinggal di sana pastilah di dalam jiwanya tidak ada sebesar zarah pun rasa takut kepada makhluk, kecintaan kepada dunia, harta benda, pangkat dan kemuliaan. Hanya jiwa Islam (berserah diri sepenuhnya kepada Allah s.w.t) yang sempurna dapat tinggal sendirian di dalam Gua Hiraa. Tujuan, harapan dan pergantungan hanyalah Allah s.w.t, Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.
Semakin mendekati usia 40 tahun semakin sering Nabi Muhammad s.a.w mengunjungi Gua Hiraa. Apabila berada di luar gua, terutamanya pada waktu malam, baginda s.a.w merenungi bangunan alam maya, melihat kerapian susunannya dan keindahan gubahannya. Apabila berada di dalam gua baginda s.a.w merasakan ketenangan, kedamaian dan kelezatan. Gua Hiraa yang gelap gulita dan sunyi sepi memisahkan baginda s.a.w dari seluruh alam dan makhluk. Kegelapan membungkus jasad sampai pengaruh jasad tidak lagi menghijab hati nurani. Apabila terpisah dari segala yang maujud, fitrah suci akan merdeka dari segala sesuatu kecuali Allah s.w.t. Cahaya fitrah yang suci lagi murni memancar dengan terang benderang menyuluh ke seluruh pelosok alam maya menyaksikan dengan jelas apa yang tidak mampu dipandang dengan mata. Tiap sesuatu menjadi terang benderang di dalam sinaran fitrah suci Nabi Muhammad s.a.w. Tidak ada satu zarah pun yang terlindung dari pandangan mata hati baginda s.a.w. Semuanya jelas dan nyata namun, masih ada satu yang tidak dapat disingkap oleh fitrah, walaupun seseorang itu manusia suci.
Fitrah mampu menyingkap rahasia kemanusiaan sehingga manusia bisa membentuk tatasusila kehidupan yang sesuai untuk dijalani oleh semua umat manusia. Fitrah bisa membentuk sistem moral yang baik. Fitrah dapat menguruskan urusan negara dan perdagangan. Fitrah dapat membuka alam maya dan benda-benda alam. Tetapi apabila berhadapan dengan Pencipta manusia dan alam sekaliannya dan juga Pencipta fitrah itu sendiri maka fitrah hanya mampu berkata, “Allah!” dan masuk kepada penyerahan tanpa takwil.
Apa yang dilalui oleh Nabi Muhammad s.a.w di Gua Hiraa pernah dialami juga oleh Nabi Ibrahim a.s, sebagaimana diceritakan oleh al-Quran: 
"Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Nabi Ibrahim kebesaran dan kekuasaan (Kami) di langit dan di bumi, dan supaya menjadilah ia dari orang-orang yang percaya dengan sepenuh-penuh yakin. Maka ketika ia berada pada waktu malam yang gelap, ia melihat sebuah bintang (bersinar-sinar), lalu ia berkata: “Inikah  Tuhanku?” Kemudian apabila  bintang  itu terbenam,  ia berkata pula: “Aku tidak suka kepada yang terbenam hilang.” Kemudian apabila dilihatnya bulan terbit (menyinarkan cahayanya), ia berkata: “Inikah Tuhanku?” Maka setelah bulan itu terbenam berkatalah ia: “Demi sesungguhnya, jika aku tidak diberikan petunjuk oleh Tuhanku, niscaya menjadilah aku dari kaum yang sesat”. Kemudian apabila ia melihat matahari sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah ia: “Inikah Tuhanku? Ini lebih besar!” Setelah matahari terbenam, ia berkata pula: “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri (bersih) dari apa yang kamu sekutukan (Allah dengannya). Sesungguhnya aku hadapkan muka dan diriku kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi, sedang aku tetap di atas dasar tauhid dan bukanlah aku dari orang-orang yang menyenkutukan Allah (dengan sesuatu yang lain)”. ( Ayat 75 – 79 : Surah al-An’aam )
Tafakur membawa Nabi Ibrahim a.s berhujah dengan pemahaman-pemahaman yang menjadikan benda-benda alam sebagai tuhan-tuhan. Tafakur dan hujah berakhir pada tahap: “Aku hadapkan wajahku kepada yang menciptakan semua langit dan bumi. Aku hadapkan dengan fitrah yang hanif. Aku tidak mempersekutukan-Nya dengan apa-apa pun”. Tahap terakhir ini Allah s.w.t bukakan kepada para hamba-Nya yang Dia kehendaki. Hadapkan fitrah suci kepada-Nya dengan penuh keikhlasan tanpa mengadakan takwil mengenai-Nya dan tidak mengadakan sekutu bagi-Nya. Dia sendiri menentukan bila dan bagaimana Dia berkehendak mengadakan pembukaan kepada hamba-Nya.
Pada 17 Ramadan, tahun 41 dari umur Nabi Muhammad s.a.w, datanglah malaikat Jibrail a.s membawa wahyu yang pertama dari Tuhan Azza wa Jalla, sebagai menyempurnakan lagi fitrah Nabi Muhammad s.a.w, menaikkan fitrah insan kepada derajat fitrah Muslim, menjawab segala yang terkilan, menguraikan segala yang kusut dan membukakan segala yang tertutup. Sempurnalah kesempurnaan  Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib bin Hasyim dipersiapkan untuk menanggung mahkota seluruh alam, menjadi penutup sekalian nabi-nabi, menjadi penyelamat umat manusia dan dunia seluruhnya, menjadi rahmat kepada sekalian alam dan menjadi kekasih Allah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon Komentar Anda Dengan Tulisan Ini