Selamat Datang.............

Kamis, Mei 03, 2012

FITRAH (FIKIRAN, ILHAM DAN KASYAF) DAN WAHYU


Semua manusia berasal dari diri yang satu yaitu Nabi Adam a.s. Setiap yang lahir dari Adam a.s dinamakan bangsa manusia. Tidak ada keturunan Adam a.s yang berbangsa hewan, tumbuh-tumbuhan atau gali-galian. Adam a.s dan keturunan beliau a.s menjadi manusia karena mereka semua memiliki kemanusiaan. Tidak ada manusia yang tidak memiliki kemanusiaan. Benih kemanusiaan yang pertama disemaikan kepada kejadian Adam a.s dan kemudian benih tersebut ‘berjalan’ kepada Siti Hawa, ibu yang mulia dan diberkati dengan keturunan yang amat banyak. Ketika Adam a.s dan Ibu Hawa berada di dalam syurga benih kemanusiaan itu hanya aktif pada mereka berdua saja, tidak ‘membiak’. Setelah mereka dikeluarkan dari syurga dan ditempatkan di bumi, di dalam dunia, barulah benih kemanusiaan itu menampakkan kemampuannya melahirkan generasi manusia. Benih kemanusiaan akan terus bekerja melahirkan manusia hingga hari kiamat. Apabila berlaku kiamat barulah benih kemanusiaan itu berhenti melahirkan manusia.
Bermula dari Adam a.s sampailah kepada manusia terakhir pada hari kiamat, benih kemanusiaan ‘berjalan’ terus, melahirkan keturunan manusia yang berpecah-pecah kepada bermacam-macam bangsa, suku dan keluarga. Perjalanan benih tersebut sangat sempurna sehingga tidak berlaku kesalahan pada pekerjaannya. Jika benih kemanusiaan melakukan kekhilafan niscaya ada ibu-ibu manusia yang melahirkan ikan, beruang, rambutan dan lain-lain. Kesempurnaan benih kemanusiaan menyebabkan manusia akan terus melahirkan manusia saja tidak bangsa lain.
Keturunan Adam a.s membiak melalui proses perpaduan benih lelaki dengan benih perempuan. Walaupun pada zahirnya perpaduan benih menjadi proses pembiakan keturunan manusia tetapi bukanlah benih lelaki dan benih perempuan itu yang mengawal kewujudan dan kesinambungan bangsa manusia. Adam a.s diciptakan bukan dari benih lelaki atau benih perempuan namun, Adam a.s tetap memiliki kemanusiaan. Nabi Isa a.s diciptakan tanpa melalui proses perpaduan benih lelaki dengan benih perempuan namun, Isa a.s tetap memiliki kemanusiaan. Setiap manusia tidak terlepas dari kemanusiaan yang tidak dimengerti hakikatnya. Jika semua manusia bermula dari Adam a.s hinggalah kepada manusia terakhir yang ada pada hari kiamat, dibedah untuk dikaji perihal kemanusiaan itu tentu perbuatan tersebut hanya sia-sia saja. Tidak mungkin dijumpai hakikat kemanusiaan pada setiap manusia tetapi peranan dan pengaruhnya pada setiap manusia tidak dapat dipertikaikan.
Jika mau memahami tentang hakikat ia harus dilihat dari sumbernya. Sumber segala kejadian ada pada sisi Allah s.w.t. Allah s.w.t menciptakan makhluk-Nya menurut Iradat-Nya, dengan Kudrat-Nya dan sesuai dengan Ilmu-Nya. Apa saja yang Allah s.w.t berkehendak menciptakan sudah termaktub di dalam Ilmu-Nya. Apa yang pada sisi Allah s.w.t atau pada Ilmu-Nya itu dinamakan hakikat. Sebelum Allah s.w.t menciptakan alam dan benda-benda alam, hakikat alam dan hakikat-hakikat benda alam sudah ada pada Ilmu-Nya. Hakikat adalah kewujudan yang memerintah atau mengawal. Segala yang diciptakan Allah s.w.t, yang mengisi ruang alam, dikawal oleh hakikat masing-masing. Hakikat yang berhubung dengan kejadian manusia dinamakan Hakikat Manusia atau Hakikat Insan. Hakikat Insan mengawal kejadian manusia sejak manusia pertama hingga kepada manusia yang penghabisan. Apa saja yang dikawal oleh Hakikat Insan akan lahir sebagai manusia. Hakikat Malaikat mengawal kewujudan malaikat. Hakikat Hewan mengawal kewujudan hewan dan demikian juga dengan hakikat-hakikat yang lain. Hewan tidak bisa  menjadi manusia dan manusia tidak bisa menjadi malaikat apa lagi menjadi Tuhan. Hakikat masing-masing tidak mengizinkan perkara yang demikian terjadi. 

Dan engkau tidak sekali-kali akan mendapati perubahan bagi “Sunnatullah” itu. (Ayat 62 : Surah al-Ahzaab) 

Tidak ada (sebarang) perubahan pada kalimat (janji-janji) Allah. ( Ayat 64 : Surah Yunus )
 
Tiada suatupun dari makhluk yang bergerak di muka bumi melainkan Allah jualah yang menguasainya. Sesungguhnya Tuhanku tetap di atas jalan yang lurus. ( Ayat 56 : Surah Hud)
Hakikat adalah suasana urusan Tuhan. Suasana urusan Tuhan bukan makhluk. Oleh itu ia tidak bisa ditemui pada makhluk tetapi kehadirannya menguasai dan mengawal kewujudan dan kesinambungan kewujudan makhluk bisa dirasakan. Akal yang sehat juga bisa mengakui kebenaran ini. Tanpa kawalan dari alam hakikat niscaya berlaku huru-hara pada kejadian makhluk. Tentu sekali semua hewan mau menjadi buraq. Manusia dan jin mau menjadi malaikat. Semua orang mau lahir sebagai putera raja. Tetapi semua itu tidak berlaku karena benteng hakikat sangat teguh, tidak dapat dirobohkan oleh makhluk. Pada Hakikat Insan sudah ada maklumat yang jelas dan muktamad tentang kejadian semua manusia termasuk giliran masing-masing memasuki alam dunia ini.
Di antara semua hakikat-hakikat, hakikat yang menguasai manusia merupakan hakikat yang paling utama karena ia mengadakan hubungan yang istimewa di antara insan dengan Tuhannya. 

(Ingatlah peristiwa) tatkala Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menciptakan manusia - Adam - dari tanah. Kemudian apabila Aku sempurnakan kejadiannya, serta Aku tiupkan padanya roh dari (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu sujud kepadanya. (Ayat 71 & 72 : Surah Saad )
Adam a.s ditempa dari tanah. Bagian Adam a.s yang ditempa dari tanah ini dinamakan jasad, tubuh, badan atau diri yang zahir. Jasad yang dari tanah itu walaupun sudah sempurna kejadiannya, cukup lengkap dengan sekalian anggota namun, ia tetap kaku, tidak dapat bergerak, tidak merasakan apa-apa dan tidak dapat berkata-kata. Ia sudah mempunyai otak tetapi otaknya tidak dapat berfikir. Ia sudah mempunyai mata tetapi matanya tidak dapat melihat. Ia sudah mempunyai telinga tetapi telinganya tidak dapat mendengar. Ia hanyalah satu lembaga yang kaku. Tetapi setelah ia menerima tiupan dari Roh Allah s.w.t segala-galanya berubah dengan serta merta. Otaknya mulai berfungsi. Mata, telinga dan semua anggotanya juga mulai berfungsi. Ia juga bisa merasa. Ia bukan lagi satu lembaga yang kaku tetapi ia sudah menjadi insan yang hidup, bisa berfikir, bisa berkata-kata, bisa bergerak dan bisa merasa. Keajaiban itu berlaku semata-mata karena tiupan dari Roh Allah s.w.t. Bagian Adam a.s yang menerima tiupan dari Roh Allah s.w.t itu dinamakan Diri Batin atau rohani.
Roh Allah s.w.t bukanlah Allah s.w.t dan juga bukan nyawa yang menghidupkan Allah s.w.t. Allah s.w.t hidup dengan Zat-Nya, bukan dengan nyawa atau roh dan bukan juga dengan sifat hidup. Sifat hidup bergantung kepada Allah s.w.t tetapi Allah s.w.t tidak bergantung kepada sifat hidup. Roh Allah s.w.t sama halnya seperti Tangan Allah s.w.t, Kalam Allah s.w.t, Pendengaran Allah s.w.t dan lain-lain yang dinisbahkan kepada-Nya. Semuanya bukanlah Allah s.w.t tetapi adalah keadaan atau sifat atau misal atau ibarat yang memperkenalkan Diri-Nya sekedar layak Dia dikenali oleh makhluk-Nya. Hakikat Diri-Nya yang sebenarnya tidak mampu disifatkan, diibaratkan atau dimisalkan karena Dia adalah: 

Tiada sesuatupun yang sebanding dengan (Zat-Nya, sifat-sifat-Nya dan urusan)-Nya, ( Ayat 11 : Surah asy-Syura )

Sekalipun Dia tidak bisa disifatkan tetapi Dia adalah:

Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat ( Ayat 11 : Surah asy-Syura )
Allah s.w.t sendiri mengatakan Dia Mendengar dan Melihat. Dia mengadakan penyifatan setelah terlebih dahulu Dia menafikan segala bentuk penyifatan. Dia tidak serupa dengan apa saja yang terlintas di dalam fikiran, cita-cita dan khayalan manusia. Dia tidak serupa dengan apa saja yang nyata dan yang ghaib, yang zahir dan yang batin. Bila Dia mengatakan Dia Mendengar dan Melihat maka Mendengar dan Melihat-Nya tidak serupa dengan apa saja  keadaan mendengar dan melihat yang diketahui atau tidak diketahui oleh manusia. Bila Dia mengatakan Dia Berkata-kata maka Kalam-Nya tidak serupa dengan apa saja bentuk percakapan baik yang bisa difikirkan oleh manusia mau pun yang tidak bisa difikirkan oleh manusia. Perkataan Allah s.w.t tidak serupa dengan apa saja bentuk perkataan. Kalam-Nya tidak berhuruf dan tidak bersuara. Apabila Dia tujukan firman-Nya kepada Nabi Muhammad s.a.w yang berbangsa Arab, digubah-Nya Kalam-Nya dalam bahasa Arab yang berhuruf dan bersuara dan Dia masih menisbahkan Kalam-Nya yang berhuruf dan bersuara dalam bahasa Arab itu sebagai Kalam-Nya. Oleh karena Dia sendiri mengakui yang demikian adalah Kalam-Nya siapapun menafikannya adalah kufur, tetapi siapapun mengatakan Allah s.w.t bercakap dalam bahasa Arab maka terlebih kufur lagi keadaannya. Konsep nafi dan isbat tidak bisa dipisahkan ketika membicarakan tentang Allah s.w.t pada aspek yang disifatkan. Apabila Allah s.w.t memperkenalkan Diri-Nya kepada manusia maka Dia wujudkan penyifatan yang mampu diterima oleh manusia, sesuai dengan kemampuan mengenal yang ada dengan manusia, tetapi Yang Haq itu melampaui apa yang disifatkan. Aspek Allah s.w.t yang disifatkan merupakan pintu atau perantaraan yang menghubungkan hamba dengan Allah s.w.t yang tidak mampu disifatkan. Sekalipun Allah s.w.t memperkenalkan Diri-Nya melalui sifat-sifat yang diketahui oleh manusia tetapi mengadakan lembaga untuk Allah s.w.t adalah sesat yang nyata. Siapapun yang dapat memahami tentang konsep nafi dan isbat dengan jelas, sesungguhnya dia telah mendapatkan nikmat yang tidak terhingga nilainya.
لا الـه الا الله
Tiada Tuhan melainkan Allah
Roh Allah s.w.t adalah perantaraan yang karenanya manusia memperoleh kehidupan. Roh Allah s.w.t adalah suasana urusan Allah s.w.t yang mengawal bidang kehidupan. Adam a.s memperoleh sifat hidup karena tiupan Roh Allah s.w.t atau Hakikat Roh yang ada pada sisi Allah s.w.t. Apabila keturunan Adam a.s berkembang biak semua mereka tidak terlepas dari kawalan Hakikat Roh yang menjadi sumber kepada penghidupan yang bermula dengan penghidupan Adam a.s. Walau berapa banyak sekalipun manusia diciptakan mereka tetap menerima kehidupan dari sumber yang sama yaitu suasana urusan Allah s.w.t yang diistilahkan sebagai Roh-Nya atau Hakikat Roh. Suasana ketuhanan itu mempunyai bakat dan kemampuan untuk menghidupkan setiap jasad secara berlainan dan bebas dari jasad-jasad yang lain. Setiap jasad memiliki kemampuan untuk hidup sendiri, walaupun ada jasad yang mengalami kematian namun jasad-jasad lain terus juga hidup. Jasad yang sudah diciptakan bisa juga hidup sekalipun masih banyak lagi jasad yang belum dizahirkan.
 Adam a.s dan keturunan beliau a.s diciptakan dengan tujuan : 

Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi”. ( Ayat 30 : Surah al-Baqarah )
Adam a.s dan keturunan beliau a.s sebagai manusia diciptakan Allah s.w.t untuk dijadikan khalifah di bumi. Khalifah bisa diartikan menurut beberapa pengertian.
1.   Pada pengertian pertama khalifah bermaksud pengganti kepada makhluk yang telah pupus. Satu ketika dahulu bumi ini pernah didiami oleh satu bangsa makhluk tetapi makhluk tersebut telah dibinasakan oleh Allah s.w.t karena mereka berbuat durhaka kepada Allah s.w.t. Sejak makhluk tersebut pupus tidak ada lagi makhluk berakal yang mendiami bumi. Adam a.s diciptakan untuk menggantikan bangsa yang telah pupus itu.
2.    Khalifah pada makna yang kedua bermaksud pengganti Rasulullah s.a.w, yang menjadi pemimpin umat Islam setelah baginda s.a.w wafat. Khalifah dalam segi ini ada dua kategori yaitu khalifah rasyidin (yang dipimpin) dan khalifah umum. Saidina Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali termasuk dalam golongan khalifah rasyidin yang mendapat pimpinan Allah s.w.t dan dijamin kebenaran mereka. Pimpinan mereka mendapat keredaan Allah s.w.t. Perbuatan dan perkataan khalifah rasyidin bisa dijadikan rujukan dalam pembentukan hukum-hukum agama, setelah al-Quran dan as-Sunah. Khalifah yang selain mereka tidak  memiliki derajat yang demikian.
3.    Pada makna yang ke tiga khalifah bermaksud makhluk atau golongan yang memiliki ciri-ciri khusus menguasai semua makhluk atau golongan lain. Ia bermaksud bangsa manusia yang memiliki bakat-bakat serta kemampuan melebihi makhluk lain dalam menguruskan hal-ihwal di bumi yang meliputi kehidupan manusia sendiri dan juga makhluk yang lain. 

Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam; dan Kami telah beri mereka menggunakan bermacam-macam kenderaan di darat dan di laut; dan Kami  memberikan rezeki kepada mereka dari benda-benda  yang baik-baik serta Kami telah lebihkan mereka dengan selebih-lebihnya atas banyak makhluk-makhluk yang telah Kami ciptakankan. ( Ayat 70 : Surah Bani Israil )
Manusia diberikan bakat-bakat dan kemampuan ajali yang melebihi dari makhluk yang lain sehingga mereka bisa memimpin makhluk lain di bumi atau menjadi khalifah di bumi. Bakat/kemampuan kekhalifahan sudah diberikan kepada manusia sejak manusia pertama diciptakan.
Dan Ia telah mengajarkan Nabi Adam, akan nama benda-benda dan gunanya, (Ayat 31 : Surah al-Baqarah)
Allah s.w.t membekali kepada Adam a.s kemampuan kekhalifahan sesuai dengan tujuan beliau a.s diciptakan. Kemampuan kekhalifahan yang diberikan kepada Adam a.s dan manusia itu dinamakan fitrah manusia. Makhluk lain juga diberikan dengan fitrah masing-masing tetapi fitrah yang dikaruniakan kepada bangsa manusia adalah yang paling utama dan paling sempurna. Pada fitrah manusia terkumpul semua fitrah kejadian alam. Lantaran itu manusia berpengetahuan tentang tabiat makhluk yang lain seperti malaikat, hewan, angin, tumbuh-tumbuhan, syaitan dan lain-lain. Fitrah manusia yang bersifat universal itu membuat manusia bisa memakai sifat-sifat anasir alam yang lain. Mereka bisa bersifat seperti malaikat atau syaitan atau hewan atau pun membeku seperti galian. Fitrah itu juga membuat manusia bisa mengambil manfaat dari anasir alam. Mereka bisa menciptakan kapal udara dan terbang seperti burung dan kapal air dan berenang seperti ikan apa lagi kenderaan darat untuk mereka bergerak seperti kuda.
Alat penting yang ada dengan manusia dalam menjalankan tugas kekhalifahan adalah beberapa bakat fitrah insan yang ada dengan mereka. Kemampuan fitrah yang pertama adalah akal fikiran. Melalui kemampuan fitrah akal ini manusia mampu membentuk kehidupan yang teratur dan juga mampu mengambil manfaat dari benda-benda alam yang ada di sekeliling mereka. Daya fikir yang menjadi kemampuan fitrah ini berkait erat dengan kemampuan fitrah yang lain yaitu ilham. Ilham sebagai bakat/kemampuan fitrah tahap ke dua adalah lebih halus dari akal fikiran. Ilham menjadi pencetus atau penggerak kepada daya fikir untuk mempelajari dan mengembangkan apa yang dicetuskan oleh ilham itu.
Bakat/kemampuan fitrah yang ke tiga diceritakan oleh al-Quran: 

Dan Ia telah mengajarkan Nabi Adam, akan segala nama benda-benda dan gunanya, kemudian ditunjukkannyakan kepada malaikat lalu Ia berfirman: “Terangkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu semuanya, jika  kamu golongan yang benar”. Malaikat menjawab: “Maha Suci Engkau (Ya Allah)! Kami tidak mempunyai pengetahuan selain dari apa yang Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkau jualah Yang Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana”. Allah berfirman: “Wahai Adam! Terangkanlah nama benda-benda ini semua kepada mereka”. Maka setelah Nabi Adam menerangkan nama benda-benda  itu kepada mereka, Allah berfirman: “Bukankah telah Aku katakan kepada kamu bahwasanya Aku mengetahui segala rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan”. (Ayat 31 – 33 : Surah al-Baqarah )
Allah s.w.t mengetahui rahasia semua langit dan bumi. Dia mengetahui yang nyata dan yang disembunyikan. Sebagian dari pengetahuan tersebut Allah s.w.t simpan pada fitrah Adam a.s sebagaimana firman-Nya yang bermaksud: “Dan Kami ajarkan kepada Adam nama-nama sekaliannya”. Maksud nama di sini adalah nama beserta segala pengetahuan yang terperinci yang berkait dengan yang dinamakan itu. Kemampuan fitrah yang mengetahui sebagian dari yang nyata dan yang disembunyikan mengikut apa yang diberikan oleh Allah s.w.t itu dinamakan kasyaf. Pengetahuan Adam a.s melalui kekuatan kasyaf melebihi pengetahuan malaikat.
Keistimewaan yang ada pada fitrah insan adalah karena berhubungan dengan tiupan Roh Allah s.w.t.
.. lalu Aku tiupkan kepadanya roh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu sujud kepadanya. (Ayat 72 : Surah Saad)
 
Dan (ingatlah) tatkala Kami berfirman kepada malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam!” ( Ayat 34 : Surah al-Baqarah )
Semua makhluk termasuk malaikat diperintahkan sujud kepada Adam a.s karena fitrah Adam a.s ada kaitan dengan tiupan Roh Allah s.w.t. Kadang-kadang istilah ‘Rahasia’ atau ‘Rahasia Allah s.w.t’ digunakan oleh orang sufi untuk menceritakan maksud ‘tiupan Roh Allah s.w.t’ itu. Istilah Rahasia digunakan untuk menerangkan bahwa ‘tiupan Roh Allah s.w.t’ bukanlah sesuatu yang bisa diuraikan dengan jelas. Ia adalah sebenarnya rahasia karena jarang manusia yang diberi pengetahuan tentangnya dan kelompok sedikit yang diberi pengetahuan itu tidak mampu menguraikannya dengan jelas kepada orang lain. Pemahaman itu ditanamkan sebagai keyakinan bukan uraian akal. Rahasia Allah s.w.t itulah yang membuka medan hubungan di antara Allah s.w.t dengan hamba-Nya. Rahasia Allah s.w.t itulah yang menanamkan pemahaman tentang Allah s.w.t yang “LAISA KAMITSLIHI SYAIUN”; Allah Mendengar dan Melihat; Allah Maha Esa dan bermacam-macam aspek ketuhanan.
Orang sufi banyak menggunakan istilah yang maksudnya kurang jelas bagi orang awam sedangkan istilah yang demikian tidak ditemui pada zaman Rasulullah s.a.w. Perlu diketahui bahwa huruf dan perkataan adalah alat untuk menyampaikan maksud. Kadang-kadang huruf dan perkataan gagal menyampaikan maksud yang tersirat. Apabila ia gagal menyampaikan maksud ia menjadi tabir yang menyembunyikan maksud. Ayat yang serupa apabila diucapkan oleh orang yang berlainan bisa membawa pengertian yang berbeda. Jika seorang jejaka asing berkata kepada seorang gadis, ‘Aku cinta padamu,’ ia tidak menyampaikan maksud yang jelas kepada gadis tersebut, tetapi jika kekasihnya yang mengucapkan demikian si gadis itu akan mendapat maksud yang jelas. Walaupun ayat yang serupa digunakan tetapi perbedaan orang yang mengatakannya membawa pengertian yang berbeda-beda.
Hanya sebagian kecil saja yang dapat mengeluarkan ucapan yang maksud sebenarnya masuk terus kepada pemahaman si pendengar. Golongan yang paling arif dalam bidang tersebut adalah para nabi dan yang terutama di antara mereka adalah Nabi Muhammad s.a.w. Apabila Nabi Muhammad s.a.w menyampaikan sesuatu perkara maka maksud yang sebenarnya terus tertanam dan terpahat dalam hati si pendengar. Apabila baginda s.a.w mengatakan, “Allah Mendengar dan Melihat,” maka maksud Allah Mendengar dan Melihat itu menjadi jelas pada pemahaman orang yang menerima pengajaran dari baginda s.a.w, hingga uraian lebih lanjut tidak diperlukan karena orang tersebut benar-benar mengerti apa yang baginda s.a.w maksudkan. Kaum Muslimin beriman kepada perkataan Rasulullah s.a.w yang melahirkan pemahaman pada mereka dan mereka tidak perlu bertakwil lagi. Perkataan yang keluar secara langsung dari mulut Rasulullah s.a.w berkekuatan menghancurkan hijab, membuka keghaiban dan menyampaikan maksud yang tersirat, melebihi apa saja bentuk amalan menghancurkan hijab atau menyingkap keghaiban yang dilakukan oleh siapapun, baik ahli ibadat atau ahli suluk. Sebab itu para sahabat baginda s.a.w tidak perlu menjalani latihan khusus seperti berkhalwat atau bersuluk. Apabila Rasulullah s.a.w mengatakan, “Allah lebih hampir kepada kamu dari urat leher kamu sendiri”, maka para sahabat mendapat pemahaman yang jitu tentang kedektan Allah s.w.t yang baginda s.a.w maksudkan itu. Mereka tidak memerlukan ulasan karena perkataan yang keluar secara langsung dari mulut Rasulullah s.a.w  memberi pemahaman yang lebih jelas dari apa saja bentuk dan cara penjelasan. Perkataan Rasulullah s.a.w sudah membukakan rahasia dan yang tersembunyi terkait dengan apa yang baginda s.a.w katakan, maka tidak perlu lagi ada istilah tambahan, yang rahasia atau yang samar-samar.
Semakin jauh zaman meninggalkan Rasulullah s.a.w semakin berkurangan kekuatan perkataan yang diucapkan oleh manusia, walaupun mereka menggunakan bahasa dan perkataan yang pernah baginda s.a.w ucapkan. Ayat al-Quran yang dibaca pada hari ini sama dengan ayat al-Quran yang dibacakan oleh Rasulullah s.a.w dahulu tetapi tidak ada manusia pada hari ini dapat membacakan al-Quran dengan cara menyampaikan maksud sebenarnya dan setepat yang dibacakan itu kepada pendengar sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. Guru-guru hari ini perlu mencari kekuatan tambahan kepada perkataan mereka dengan memperbanyakkan perkataan yang diperkatakan dalam bentuk terjemahan, uraian, tafsiran, ulasan, perumpamaan dan sebagainya. Apabila sampai kepada perkara-perkara ghaib dan tersembunyi guru perlu mengadakan pintu untuk menahan murid yang belum layak untuk masuk dan membukanya sebagai jalan masuk kepada murid yang sudah layak. Pintu tersebut adalah istilah-istilah yang baru digunakan, yang tidak digunakan sebelumnya. Ia menjadi batas memisahkan yang khusus dari yang awam. Di antara istilah baru itu adalah Rahasia Allah s.w.t yang menceritakan tentang hubngan insan dengan tiupan Roh Allah s.w.t. Istilah tersebut menyekat orang awam dari mencari-cari maksud yang tersirat dan istilah itu juga menjadi tahap loncatan bagi mereka yang memperoleh pemahaman tentang perkara tersebut. Pemahaman yang diperoleh itu adalah pemahaman yang tidak dapat diuraikan, tetapi dimengerti halnya dan melaluinya orang khusus maju terus dalam mengenal Allah s.w.t.
 Allah s.w.t mengurniakan fitrah sejagat kepada manusia karena mereka memikul amanah serta beban tugas yang suci lagi mulia:
(Allah bertanya dengan firman-Nya): “Bukankah Aku Tuhan kamu?” Mereka semua menjawab: “Benar (Engkaulah Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Ayat 172 : Surah al-A’raaf)
 
Dan (ingatlah) Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk  mereka menyembah dan beribadat kepada-Ku. ( Ayat 56 : Surah adz-Dzaariyaat )
Fitrah manusia bukan sekedar berperanan dalam mengurus kehidupan menurut tabiat awal kemanusiaan malah lebih penting lagi ia adalah persediaan buat manusia melakukan kehambaan (ubudiah) terhadap Allah s.w.t.
Manusia yang bergerak dalam sekop fitrahnya mampu memperoleh pengetahuan melalui akal fikiran, ilham dan kasyaf. Pancaindera dan fikiran bergabung di dalam mendapatkan pengetahuan mengenai perkara yang zahir. Pengetahuan yang diperoleh dengan cara ini bisa dikembangkan oleh akal fikiran dengan menggunakan hukum logik dan formula-formula yang dapat disusun oleh akal fikiran. Kebisaan berfikir yang dihasilkan oleh fitrah manusia mampu membawa manusia meneliti/memelajari segala bidang lahiriah seperti sains, teknologi, matematik, astronomi, kedoktoran, urusan negara dan lain-lain. Batas bagi akal fikiran adalah logik. Ia tidak mampu mengolah sesuatu yang telah keluar dari daerah logik.
Kemampuan fitrah merupakan kenyataan kepada firman Tuhan yang bermaksud: “Dan telah diajarkan kepada Adam nama-nama semuanya”. Segala pengetahuan yang diperlukan manusia untuk menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi sudah ada pada fitrahnya. Proses pembelajaran, pengalaman, penyelidikan dan sebagainya merupakan cara mencungkil pengetahuan yang tersimpan di dalam khazanah/perbendaharaan fitrah, bukan membawa masuk pengetahuan yang baru. Pada satu tahap, pengetahuan di dalam khazanah fitrah dicungkil melalui cara berfikir. Kebisaan berfikir ini dikuasai oleh semua manusia kecuali orang gila.
Apa yang Tuhan ajarkan kepada Adam a.s (dan manusia) bukan sekedar penggunaan akal fikiran. Apabila fitrah sampai kepada puncak kekuatan berfikir yang dimilikinya yaitu apabila hukum logik gagal memberi uraian maka fitrah beralih kepada bakat/kemampuan keduanya yaitu ilham. Bidang ilham sesuai untuk dipelajari oleh mereka yang fitrahnya bebas dari hukum logik, yaitu tarikan anasir alam, pengaruh kebendaan dan hawa nafsu. Kebanyakan yang termasuk di dalam golongan ini adalah ahli falsafah yang telah membebaskan hati mereka dari batas kebendaan. Bila hati sudah dapat melepaskan diri dari kongkongan kebendaan dapatlah ia masuk ke dalam bidang ilham yang berada di balik alam kebendaan. Ilham membuka pemahaman tentang unsur ghaib yang mempengaruhi perjalanan kehidupan yang zahir.
Ilham bisa dibagi kepada dua jenis yaitu ilham ahli falsafah dan ilham ahli sufi (ahli kerohanian). Ahli falsafah menggunakan kekuatan dirinya untuk berjuang menentang hawa nafsu dan membebaskannya dari tarikan anasir-anasir alam. Bila telah dapat berbuat demikian rohaninya mampu memandang kepada keghaiban yang menyelimuti alam zahir. Dia dapat menyaksikan tenaga ghaib yang membentuk sistem dan mempengaruhi perjalanan segala yang zahir. Di balik semua itu dia dapat melihat kesempurnaan: kesempurnaan peraturan dan perjalanan alam maya dan kesempurnaan Pencipta segala kesempurnaan itu. Renungan ahli falsafah berakhir dengan pengakuan tentang wujudnya kekuasaan Mutlak yang mencipta dan mengatur perjalanan alam ini. Kefanaan di dalam kesempurnaan itu menjadikan ahli falsafah mencintai yang sempurna dan bergerak membentuk kesempurnaan di dalam kehidupan ini.
Ahli sufi pula di samping berjuang menentang hawa nafsu dan tuntutan badaniah dia juga membenamkan dirinya ke dalam zikir atau ingatan kepada Allah s.w.t secara terus menerus. Pergantungannya tidak terlepas dari Tuhan. Apabila dia mampu di dalam perjalanannya dia mampu di dalam keadaan ingat dan bergantung kepada Allah s.w.t. Oleh itu ilham yang terbuka kepadanya lebih berkaitan dengan Tuhan dari makhluk Tuhan. Perhatiannya terhadap makhluk, termasuklah dirinya sendiri, mengecil dan perhatiannya kepada Tuhan membesar. Jika ilham ahli falsafah lebih tertumpu kepada kesempurnaan dan kerapian  penciptaan yaitu perbuatan Tuhan, ilham ahli sufi tertumpu kepada keelokan dan kesempurnaan sifat Tuhan yang menciptakan segala kesempurnaan dan keelokan itu. Ilham ahli falsafah melahirkan rasa kekaguman terhadap Pencipta sementara ilham ahli sufi melahirkan rasa kedekatan dan keasyikan terhadap Pencipta Yang Maha Indah lagi Maha Sempurna. Ilham sufi bukan sekedar melahirkan pengakuan dan keasyikan terhadap Yang Maha Mencipta dan Maha Mengatur, malah ahli sufi juga memperoleh keyakinan tentang kedudukannya pada taraf kehambaan yang perlu membuktikan kehambaan itu, tetapi ilham sufi tidak mampu membuka rahasia ketuhanan dan tidak berupaya membentuk cara pengabdian kepada Tuhan sebagaimana yang dikehendaki oleh Tuhan.
Fitrah tidak mengaku kalah pada tahap ilham. Ia maju lagi meneliti/ mempelajari lebih tinggi dengan menggunakan bakat/kemampuannya yang ke tiga yaitu kasyaf. Kasyaf adalah terbukanya perkara ghaib kepada alam perasaan dan penyaksian mata hati. Apa yang difikirkan dan ditemui melalui ilham dapat dirasakan atau disaksikan melalui kasyaf. Bidang kasyaf membuka perkara yang tersembunyi dibalik yang nyata dan juga membuka bidang alam ghaib yang tidak dapat dipandang dengan mata, tidak dapat difikirkan dan dikhayalkan dan terkeluar dari medan logik. Bidang kasyaf memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan tentang alam rohani seperti Alam Jin, Alam Barzakh, syurga dan neraka. Kasyaf bisa membuka lebih jauh kepada suasana yang dinisbahkan kepada ketuhanan. Suasana ketuhanan yang dibukakan kepada ahli kasyaf adalah sebagai perkenalan dari Tuhan kepada hamba. Oleh karena Tuhan adalah: “LAISA KAMITSLIHI SYAIUN” maka suasana yang dinisbahkan kepada ketuhanan atau diibaratkan kepada Tuhan yang dibukakan kepada ahli kasyaf adalah dalam bentuk misal, ibarat atau penyifatan. Suasana misal yang disaksikan itu menanamkan pemahaman tentang Tuhan yang tidak bisa dimisalkan.
Pengetahuan yang diperoleh secara fikiran dan ilham dinamakan makrifat (pengenalan) secara ilmu. Pengetahuan yang diperolehi secara kasyaf dinamakan makrifat secara zauk atau penyaksian mata hati. Apabila kasyaf sampai kepada puncak penyaksiannya maka tiada apa lagi yang dapat disaksikan. Kasyaf pada tahap ini hanya merasakan dengan penuh yakin tanpa menyaksikan tentang Wujud Tuhan yang tanpa misal, tanpa sifat, tanpa ibarat dan tidak bisa dikatakan apa-apa karena Allah s.w.t adalah : “LAISA KAMITSLIHI SYAIUN
Medan kasyaf yang sangat luas itu dibuka oleh sufi yang telah membuang segala kepentingan diri sendiri lantaran kecintaan mereka kepada Allah s.w.t. Melalui kasyaf, yang paling tinggi yang dapat disaksikan adalah suasana atau keadaan yang dinisbahkan kepada Tuhan tetapi bukanlah Tuhan. Apabila melampaui tahap penyaksian kasyaf sampai kepada batasan terakhir yaitu merasakan secara zauk Wujud Tuhan yang tidak dapat disifatkan dan Dia Maha Esa, tiada sesuatu beserta-Nya. Puncak kasyaf adalah kejahilan di mana tidak ada lagi bahasa yang mampu bercerita tentang Tuhan. Ahli kasyaf yang masuk kepada tahap ini berada dalam suasana yang dinamakan keheran-heranan di mana dia merasakan telah mengenal Tuhan tetapi tidak mampu menyingkap pengenalan tersebut. Dia dikatakan faham tanpa sesuatu pemahaman dan tahu tanpa sesuatu pengetahuan.
Kasyaf tidak tahu menyebut Allah s.w.t sebagaimana Dia mau disebut. Kasyaf tidak tahu menceritakan Allah s.w.t sebagaimana yang Dia mau diceritakan. Kasyaf tidak berupaya memperkenalkan Allah s.w.t sebagaimana Dia mau Diri-Nya dikenali. Kasyaf juga tidak tahu bentuk pengabdian yang Allah s.w.t maukan dari hamba-Nya. Kasyaf tidak dapat mengajar manusia cara menyembah Allah s.w.t. Jadi, fitrah manusia dengan segala bakat/kemampuannya tidak dapat membuka Kebenaran Hakiki mengenai Allah s.w.t. Dalam soal ini fitrah sampai kepada keadaan mesti tunduk, patuh dan taat dengan seluruh penyerahan kepada Allah s.w.t dan menyatakan hajat kepada bimbingan yang langsung dari-Nya serta bermohon agar Dia sendiri membuka Yang Haq itu.
Hanya Allah s.w.t bisa menyatakan apa yang Dia kehendaki. Hanya Dia yang berhak menentukan cara pengabdian dan penyembahan kepada-Nya. Hanya Dia yang mampu memperkenalkan Diri-Nya sebagaimana yang Dia mau. Dalam perkara ini manusia tidak ada pilihan melainkan berhajat kepada WAHYU yang datang dari Allah s.w.t sendiri untuk menghakimi fikiran, ilham dan kasyaf. Kebenaran yang dikatakan oleh wahyu itulah yang kebenaran sejati, yang paling benar, tidak bisa dijabar oleh fikiran, ilham dan kasyaf. Tugas fikiran, ilham dan kasyaf adalah membuktikan kebenaran wahyu bukan mencari kebenaran yang lain dari itu.
Tanpa bimbingan wahyu manusia membentuk bermacam-macam kepercayaan dan cara menyembah Tuhan. Golongan yang hanya menggunakan akal hanya berminat dengan perkara kebendaan. Golongan ini kurang berminat tentang Tuhan. Dari kalangan mereka muncul golongan ateis yang tidak percaya kepada Tuhan dan perkara ghaib. Dari kalangan ahli falsafah pula muncul ideologi idealisme yang kemudiannya diterima oleh orang banyak sebagai agama. Agama yang muncul melalui cara ini berasaskan fitrah kemanusiaan semata-mata. Golongan ini melihat kesempurnaan yang diletakkan oleh Pencipta kepada kejadian alam tetapi keadaan Pencipta itu sendiri tertutup kepada mereka. Oleh yang demikian perhatian mereka kuat tertuju kepada kejadian alam. Apabila sikap menghormati dan mencintai anasir alam sudah berlebihan ia bertukar menjadi penyembahan. Kesudahannya muncullah agama yang mengadakan anasir alam sebagai sekutu Tuhan.
Golongan sufi yang belum matang mendapat gambaran yang tidak tepat tentang Tuhan. Di dalam golongan ini bukan saja terdapat kaum Muslimin yang memasuki jalan sufi, ia termasuk juga penganut kepercayaan lain yang membuat latihan tarekat menurut kepercayaan mereka. Bila alam ghaib terbuka kepada mereka, biasanya di samping melihat kesempurnaan sifat Tuhan mereka juga melihat kesempurnaan diri sendiri yang ditempa oleh Tuhan. Sebagian dari mereka terdorong ke dalam rasa takjub dan fanatik terhadap kesempurnaan diri, lalu melihat sifat ketuhanan pada diri. Dari golongan mereka muncullah golongan yang mempertuhankan Isa al-Masih, Uzair, Buddha dan lain-lain. Ada pula yang mempertuhankan diri sendiri. Banyak lagi kekeliruan yang muncul dalam akidah manusia apabila mereka tidak bersandar kepada wahyu. Kebenaran yang sejati tentang Tuhan dan cara menyembah-Nya hanya bisa didapatkan dari wahyu.
Manusia telah memilih seorang wakil yang paling sempurna dari kalangan mereka, seorang insan yang paling tinggi kecerdasan akalnya, paling luas medan ilhamnya dan paling terang suluhan kasyafnya. Wakil yang sempurna itu adalah Nabi Muhammad s.a.w. Sebelum wahyu datang wakil yang sempurna itu telah menjalani latihan khalwat di Gua Hiraa. Melalui proses tersebut kesempurnaan baginda s.a.w menjadi lebih sempurna tetapi kesempurnaan yang paling sempurna itu pun tetap tunduk kepada hukum Allah s.w.t yaitu berhajat kepada jawaban dan bimbingan yang langsung dari-Nya, tidak mampu diduga oleh akal, tidak mampu diurai oleh ilham dan tidak mampu disuluh oleh kasyaf walaupun semua kemampuan tersebut berada di dalam kesempurnaan. Apabila Allah s.w.t mendatangkan jawaban dengan wahyu-Nya barulah hilang segala kesamaran dan kekusutan dan tersingkaplah hijab yang menutupi Yang Haq! Fikiran, ilham dan kasyaf wajib akur dengan apa yang wahyu katakan karena wahyu itulah Kalam al-Haq.
Pada tanggal 17 Ramadan, tahun 41 dari usia Nabi Muhammad s.a.w, wahyu yang pertama menyinari fitrah suci baginda s.a.w. Terbukalah era baru di dalam kehidupan manusia dan penduduk seluruh alam. Yang samar telah terang. Yang tertutup telah terbuka. Yang terhijab telah tersingkap. Yang tidak bisa dikatakan sudah bisa dikatakan. Yang Haq telah nyata tanpa ragu-ragu lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon Komentar Anda Dengan Tulisan Ini