Semua manusia berasal dari diri yang satu yaitu
Nabi Adam a.s. Setiap yang lahir dari Adam a.s dinamakan bangsa manusia. Tidak
ada keturunan Adam a.s yang berbangsa hewan, tumbuh-tumbuhan atau gali-galian.
Adam a.s dan keturunan beliau a.s menjadi manusia karena mereka semua memiliki
kemanusiaan. Tidak ada manusia yang tidak memiliki kemanusiaan. Benih
kemanusiaan yang pertama disemaikan kepada kejadian Adam a.s dan kemudian benih
tersebut ‘berjalan’ kepada Siti Hawa, ibu yang mulia dan diberkati dengan
keturunan yang amat banyak. Ketika Adam a.s dan Ibu Hawa berada di dalam syurga
benih kemanusiaan itu hanya aktif pada mereka berdua saja, tidak ‘membiak’.
Setelah mereka dikeluarkan dari syurga dan ditempatkan di bumi, di dalam dunia,
barulah benih kemanusiaan itu menampakkan kemampuannya melahirkan generasi
manusia. Benih kemanusiaan akan terus bekerja melahirkan manusia hingga hari
kiamat. Apabila berlaku kiamat barulah benih kemanusiaan itu berhenti
melahirkan manusia.
Bermula dari Adam a.s sampailah kepada manusia terakhir pada hari kiamat,
benih kemanusiaan ‘berjalan’ terus, melahirkan keturunan manusia yang
berpecah-pecah kepada bermacam-macam bangsa, suku dan keluarga. Perjalanan
benih tersebut sangat sempurna sehingga tidak berlaku kesalahan pada
pekerjaannya. Jika benih kemanusiaan melakukan kekhilafan niscaya ada ibu-ibu
manusia yang melahirkan ikan, beruang, rambutan dan lain-lain. Kesempurnaan
benih kemanusiaan menyebabkan manusia akan terus melahirkan manusia saja tidak
bangsa lain.
Keturunan Adam a.s membiak melalui proses perpaduan benih lelaki dengan
benih perempuan. Walaupun pada zahirnya perpaduan benih menjadi proses
pembiakan keturunan manusia tetapi bukanlah benih lelaki dan benih perempuan
itu yang mengawal kewujudan dan kesinambungan bangsa manusia. Adam a.s
diciptakan bukan dari benih lelaki atau benih perempuan namun, Adam a.s tetap
memiliki kemanusiaan. Nabi Isa a.s diciptakan tanpa melalui proses perpaduan
benih lelaki dengan benih perempuan namun, Isa a.s tetap memiliki kemanusiaan.
Setiap manusia tidak terlepas dari kemanusiaan yang tidak dimengerti
hakikatnya. Jika semua manusia bermula dari Adam a.s hinggalah kepada manusia
terakhir yang ada pada hari kiamat, dibedah untuk dikaji perihal kemanusiaan
itu tentu perbuatan tersebut hanya sia-sia saja. Tidak mungkin dijumpai hakikat
kemanusiaan pada setiap manusia tetapi peranan dan pengaruhnya pada setiap
manusia tidak dapat dipertikaikan.
Jika mau memahami tentang hakikat ia harus dilihat dari sumbernya. Sumber
segala kejadian ada pada sisi Allah s.w.t. Allah s.w.t menciptakan makhluk-Nya
menurut Iradat-Nya, dengan Kudrat-Nya dan sesuai dengan Ilmu-Nya. Apa saja yang
Allah s.w.t berkehendak menciptakan sudah termaktub di dalam Ilmu-Nya. Apa yang
pada sisi Allah s.w.t atau pada Ilmu-Nya itu dinamakan hakikat. Sebelum Allah
s.w.t menciptakan alam dan benda-benda alam, hakikat alam dan hakikat-hakikat
benda alam sudah ada pada Ilmu-Nya. Hakikat adalah kewujudan yang memerintah
atau mengawal. Segala yang diciptakan Allah s.w.t, yang mengisi ruang alam,
dikawal oleh hakikat masing-masing. Hakikat yang berhubung dengan kejadian
manusia dinamakan Hakikat Manusia atau Hakikat Insan. Hakikat Insan mengawal
kejadian manusia sejak manusia pertama hingga kepada manusia yang penghabisan. Apa
saja yang dikawal oleh Hakikat Insan akan lahir sebagai manusia. Hakikat
Malaikat mengawal kewujudan malaikat. Hakikat Hewan mengawal kewujudan hewan
dan demikian juga dengan hakikat-hakikat yang lain. Hewan tidak bisa
menjadi manusia dan manusia tidak bisa menjadi malaikat apa lagi menjadi Tuhan.
Hakikat masing-masing tidak mengizinkan perkara yang demikian terjadi.
Dan engkau tidak sekali-kali akan
mendapati perubahan bagi “Sunnatullah” itu. (Ayat 62 : Surah al-Ahzaab)
Tidak ada (sebarang) perubahan pada
kalimat (janji-janji) Allah. ( Ayat 64 : Surah Yunus )
Tiada suatupun dari makhluk yang bergerak
di muka bumi melainkan Allah jualah yang menguasainya. Sesungguhnya Tuhanku
tetap di atas jalan yang lurus. ( Ayat 56 : Surah Hud)
Hakikat adalah suasana urusan Tuhan. Suasana urusan Tuhan bukan makhluk.
Oleh itu ia tidak bisa ditemui pada makhluk tetapi kehadirannya menguasai dan
mengawal kewujudan dan kesinambungan kewujudan makhluk bisa dirasakan. Akal
yang sehat juga bisa mengakui kebenaran ini. Tanpa kawalan dari alam hakikat niscaya
berlaku huru-hara pada kejadian makhluk. Tentu sekali semua hewan mau menjadi
buraq. Manusia dan jin mau menjadi malaikat. Semua orang mau lahir sebagai
putera raja. Tetapi semua itu tidak berlaku karena benteng hakikat sangat
teguh, tidak dapat dirobohkan oleh makhluk. Pada Hakikat Insan sudah ada
maklumat yang jelas dan muktamad tentang kejadian semua manusia termasuk
giliran masing-masing memasuki alam dunia ini.
Di antara semua hakikat-hakikat, hakikat yang menguasai manusia merupakan
hakikat yang paling utama karena ia mengadakan hubungan yang istimewa di antara
insan dengan Tuhannya.
(Ingatlah peristiwa) tatkala Tuhanmu
berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menciptakan manusia - Adam
- dari tanah. Kemudian apabila Aku sempurnakan kejadiannya, serta Aku tiupkan
padanya roh dari (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu sujud kepadanya. (Ayat 71
& 72 : Surah Saad )
Adam a.s ditempa dari tanah. Bagian Adam a.s yang ditempa dari tanah ini
dinamakan jasad, tubuh, badan atau diri yang zahir. Jasad yang dari tanah itu
walaupun sudah sempurna kejadiannya, cukup lengkap dengan sekalian anggota
namun, ia tetap kaku, tidak dapat bergerak, tidak merasakan apa-apa dan tidak
dapat berkata-kata. Ia sudah mempunyai otak tetapi otaknya tidak dapat
berfikir. Ia sudah mempunyai mata tetapi matanya tidak dapat melihat. Ia sudah
mempunyai telinga tetapi telinganya tidak dapat mendengar. Ia hanyalah satu
lembaga yang kaku. Tetapi setelah ia menerima tiupan dari Roh Allah s.w.t
segala-galanya berubah dengan serta merta. Otaknya mulai berfungsi. Mata,
telinga dan semua anggotanya juga mulai berfungsi. Ia juga bisa merasa. Ia
bukan lagi satu lembaga yang kaku tetapi ia sudah menjadi insan yang hidup,
bisa berfikir, bisa berkata-kata, bisa bergerak dan bisa merasa. Keajaiban itu
berlaku semata-mata karena tiupan dari Roh Allah s.w.t. Bagian Adam a.s yang
menerima tiupan dari Roh Allah s.w.t itu dinamakan Diri Batin atau rohani.
Roh Allah s.w.t bukanlah Allah s.w.t dan juga bukan nyawa yang menghidupkan
Allah s.w.t. Allah s.w.t hidup dengan Zat-Nya, bukan dengan nyawa atau roh dan
bukan juga dengan sifat hidup. Sifat hidup bergantung kepada Allah s.w.t tetapi
Allah s.w.t tidak bergantung kepada sifat hidup. Roh Allah s.w.t sama halnya seperti
Tangan Allah s.w.t, Kalam Allah s.w.t, Pendengaran Allah s.w.t dan lain-lain
yang dinisbahkan kepada-Nya. Semuanya bukanlah Allah s.w.t tetapi adalah
keadaan atau sifat atau misal atau ibarat yang memperkenalkan Diri-Nya sekedar
layak Dia dikenali oleh makhluk-Nya. Hakikat Diri-Nya yang sebenarnya tidak
mampu disifatkan, diibaratkan atau dimisalkan karena Dia adalah:
Tiada sesuatupun yang sebanding dengan
(Zat-Nya, sifat-sifat-Nya dan urusan)-Nya, ( Ayat 11 : Surah asy-Syura )
Sekalipun Dia tidak bisa disifatkan tetapi Dia adalah:
Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat ( Ayat 11 : Surah asy-Syura )
Allah s.w.t sendiri mengatakan Dia Mendengar dan Melihat. Dia mengadakan
penyifatan setelah terlebih dahulu Dia menafikan segala bentuk penyifatan. Dia
tidak serupa dengan apa saja yang terlintas di dalam fikiran, cita-cita dan
khayalan manusia. Dia tidak serupa dengan apa saja yang nyata dan yang ghaib,
yang zahir dan yang batin. Bila Dia mengatakan Dia Mendengar dan Melihat maka
Mendengar dan Melihat-Nya tidak serupa dengan apa saja keadaan mendengar
dan melihat yang diketahui atau tidak diketahui oleh manusia. Bila Dia
mengatakan Dia Berkata-kata maka Kalam-Nya tidak serupa dengan apa saja bentuk
percakapan baik yang bisa difikirkan oleh manusia mau pun yang tidak bisa
difikirkan oleh manusia. Perkataan Allah s.w.t tidak serupa dengan apa saja
bentuk perkataan. Kalam-Nya tidak berhuruf dan tidak bersuara. Apabila Dia
tujukan firman-Nya kepada Nabi Muhammad s.a.w yang berbangsa Arab, digubah-Nya
Kalam-Nya dalam bahasa Arab yang berhuruf dan bersuara dan Dia masih
menisbahkan Kalam-Nya yang berhuruf dan bersuara dalam bahasa Arab itu sebagai
Kalam-Nya. Oleh karena Dia sendiri mengakui yang demikian adalah Kalam-Nya
siapapun menafikannya adalah kufur, tetapi siapapun mengatakan Allah s.w.t
bercakap dalam bahasa Arab maka terlebih kufur lagi keadaannya. Konsep nafi dan
isbat tidak bisa dipisahkan ketika membicarakan tentang Allah s.w.t pada aspek
yang disifatkan. Apabila Allah s.w.t memperkenalkan Diri-Nya kepada manusia
maka Dia wujudkan penyifatan yang mampu diterima oleh manusia, sesuai dengan kemampuan
mengenal yang ada dengan manusia, tetapi Yang Haq itu melampaui apa yang
disifatkan. Aspek Allah s.w.t yang disifatkan merupakan pintu atau perantaraan
yang menghubungkan hamba dengan Allah s.w.t yang tidak mampu disifatkan.
Sekalipun Allah s.w.t memperkenalkan Diri-Nya melalui sifat-sifat yang
diketahui oleh manusia tetapi mengadakan lembaga untuk Allah s.w.t adalah sesat
yang nyata. Siapapun yang dapat memahami tentang konsep nafi dan isbat dengan
jelas, sesungguhnya dia telah mendapatkan nikmat yang tidak terhingga nilainya.
لا الـه الا الله
Tiada Tuhan melainkan Allah
Tiada Tuhan melainkan Allah
Roh Allah s.w.t adalah perantaraan yang karenanya manusia memperoleh
kehidupan. Roh Allah s.w.t adalah suasana urusan Allah s.w.t yang mengawal
bidang kehidupan. Adam a.s memperoleh sifat hidup karena tiupan Roh Allah s.w.t
atau Hakikat Roh yang ada pada sisi Allah s.w.t. Apabila keturunan Adam a.s
berkembang biak semua mereka tidak terlepas dari kawalan Hakikat Roh yang
menjadi sumber kepada penghidupan yang bermula dengan penghidupan Adam a.s.
Walau berapa banyak sekalipun manusia diciptakan mereka tetap menerima
kehidupan dari sumber yang sama yaitu suasana urusan Allah s.w.t yang
diistilahkan sebagai Roh-Nya atau Hakikat Roh. Suasana ketuhanan itu mempunyai bakat
dan kemampuan untuk menghidupkan setiap jasad secara berlainan dan bebas dari
jasad-jasad yang lain. Setiap jasad memiliki kemampuan untuk hidup sendiri,
walaupun ada jasad yang mengalami kematian namun jasad-jasad lain terus juga
hidup. Jasad yang sudah diciptakan bisa juga hidup sekalipun masih banyak lagi
jasad yang belum dizahirkan.
Adam a.s dan keturunan beliau a.s diciptakan dengan tujuan :
Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu berfirman
kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi”.
( Ayat 30 : Surah al-Baqarah )
Adam a.s dan keturunan beliau a.s sebagai manusia diciptakan Allah s.w.t
untuk dijadikan khalifah di bumi. Khalifah bisa diartikan menurut beberapa pengertian.
1. Pada pengertian pertama
khalifah bermaksud pengganti kepada makhluk yang telah pupus. Satu ketika
dahulu bumi ini pernah didiami oleh satu bangsa makhluk tetapi makhluk tersebut
telah dibinasakan oleh Allah s.w.t karena mereka berbuat durhaka kepada Allah
s.w.t. Sejak makhluk tersebut pupus tidak ada lagi makhluk berakal yang
mendiami bumi. Adam a.s diciptakan untuk menggantikan bangsa yang telah pupus
itu.
2. Khalifah pada makna yang
kedua bermaksud pengganti Rasulullah s.a.w, yang menjadi pemimpin umat Islam
setelah baginda s.a.w wafat. Khalifah dalam segi ini ada dua kategori yaitu
khalifah rasyidin (yang dipimpin) dan khalifah umum. Saidina Abu Bakar, Umar,
Usman dan Ali termasuk dalam golongan khalifah rasyidin yang mendapat pimpinan
Allah s.w.t dan dijamin kebenaran mereka. Pimpinan mereka mendapat keredaan
Allah s.w.t. Perbuatan dan perkataan khalifah rasyidin bisa dijadikan rujukan
dalam pembentukan hukum-hukum agama, setelah al-Quran dan as-Sunah. Khalifah
yang selain mereka tidak memiliki derajat yang demikian.
3. Pada makna yang ke tiga
khalifah bermaksud makhluk atau golongan yang memiliki ciri-ciri khusus menguasai
semua makhluk atau golongan lain. Ia bermaksud bangsa manusia yang memiliki bakat-bakat
serta kemampuan melebihi makhluk lain dalam menguruskan hal-ihwal di bumi yang
meliputi kehidupan manusia sendiri dan juga makhluk yang lain.
Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan
anak-anak Adam; dan Kami telah beri mereka menggunakan bermacam-macam kenderaan
di darat dan di laut; dan Kami memberikan rezeki kepada mereka dari
benda-benda yang baik-baik serta Kami telah lebihkan mereka dengan
selebih-lebihnya atas banyak makhluk-makhluk yang telah Kami ciptakankan. (
Ayat 70 : Surah Bani Israil )
Manusia diberikan bakat-bakat dan kemampuan ajali yang melebihi dari
makhluk yang lain sehingga mereka bisa memimpin makhluk lain di bumi atau
menjadi khalifah di bumi. Bakat/kemampuan kekhalifahan sudah diberikan kepada
manusia sejak manusia pertama diciptakan.
Dan Ia telah mengajarkan Nabi Adam, akan
nama benda-benda dan gunanya, (Ayat 31 : Surah al-Baqarah)
Allah s.w.t membekali kepada Adam a.s kemampuan kekhalifahan sesuai dengan
tujuan beliau a.s diciptakan. Kemampuan kekhalifahan yang diberikan kepada Adam
a.s dan manusia itu dinamakan fitrah manusia. Makhluk lain juga diberikan
dengan fitrah masing-masing tetapi fitrah yang dikaruniakan kepada bangsa
manusia adalah yang paling utama dan paling sempurna. Pada fitrah manusia
terkumpul semua fitrah kejadian alam. Lantaran itu manusia berpengetahuan
tentang tabiat makhluk yang lain seperti malaikat, hewan, angin, tumbuh-tumbuhan,
syaitan dan lain-lain. Fitrah manusia yang bersifat universal itu membuat
manusia bisa memakai sifat-sifat anasir alam yang lain. Mereka bisa bersifat seperti
malaikat atau syaitan atau hewan atau pun membeku seperti galian. Fitrah itu
juga membuat manusia bisa mengambil manfaat dari anasir alam. Mereka bisa
menciptakan kapal udara dan terbang seperti burung dan kapal air dan berenang seperti
ikan apa lagi kenderaan darat untuk mereka bergerak seperti kuda.
Alat penting yang ada dengan manusia dalam menjalankan tugas kekhalifahan
adalah beberapa bakat fitrah insan yang ada dengan mereka. Kemampuan fitrah
yang pertama adalah akal fikiran. Melalui kemampuan fitrah akal ini manusia
mampu membentuk kehidupan yang teratur dan juga mampu mengambil manfaat dari
benda-benda alam yang ada di sekeliling mereka. Daya fikir yang menjadi kemampuan
fitrah ini berkait erat dengan kemampuan fitrah yang lain yaitu ilham. Ilham
sebagai bakat/kemampuan fitrah tahap ke dua adalah lebih halus dari akal
fikiran. Ilham menjadi pencetus atau penggerak kepada daya fikir untuk mempelajari
dan mengembangkan apa yang dicetuskan oleh ilham itu.
Bakat/kemampuan fitrah yang ke tiga diceritakan oleh al-Quran:
Dan Ia telah mengajarkan Nabi Adam, akan
segala nama benda-benda dan gunanya, kemudian ditunjukkannyakan kepada malaikat
lalu Ia berfirman: “Terangkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu semuanya,
jika kamu golongan yang benar”. Malaikat menjawab: “Maha Suci Engkau (Ya
Allah)! Kami tidak mempunyai pengetahuan selain dari apa yang Engkau ajarkan
kepada kami; sesungguhnya Engkau jualah Yang Maha Mengetahui, lagi Maha
Bijaksana”. Allah berfirman: “Wahai Adam! Terangkanlah nama benda-benda ini
semua kepada mereka”. Maka setelah Nabi Adam menerangkan nama benda-benda
itu kepada mereka, Allah berfirman: “Bukankah telah Aku katakan kepada kamu
bahwasanya Aku mengetahui segala rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui
apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan”. (Ayat 31 – 33 : Surah
al-Baqarah )
Allah s.w.t mengetahui rahasia semua langit dan bumi. Dia mengetahui yang
nyata dan yang disembunyikan. Sebagian dari pengetahuan tersebut Allah s.w.t
simpan pada fitrah Adam a.s sebagaimana firman-Nya yang bermaksud: “Dan Kami
ajarkan kepada Adam nama-nama sekaliannya”. Maksud nama di sini adalah nama
beserta segala pengetahuan yang terperinci yang berkait dengan yang dinamakan
itu. Kemampuan fitrah yang mengetahui sebagian dari yang nyata dan yang
disembunyikan mengikut apa yang diberikan oleh Allah s.w.t itu dinamakan
kasyaf. Pengetahuan Adam a.s melalui kekuatan kasyaf melebihi pengetahuan
malaikat.
Keistimewaan yang ada pada fitrah insan adalah karena berhubungan dengan
tiupan Roh Allah s.w.t.
.. lalu Aku tiupkan
kepadanya roh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu sujud kepadanya. (Ayat 72 :
Surah Saad)
Dan (ingatlah) tatkala Kami berfirman
kepada malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam!” ( Ayat 34 : Surah al-Baqarah )
Semua makhluk termasuk malaikat diperintahkan sujud kepada Adam a.s karena
fitrah Adam a.s ada kaitan dengan tiupan Roh Allah s.w.t. Kadang-kadang istilah
‘Rahasia’ atau ‘Rahasia Allah s.w.t’ digunakan oleh orang sufi untuk
menceritakan maksud ‘tiupan Roh Allah s.w.t’ itu. Istilah Rahasia digunakan untuk
menerangkan bahwa ‘tiupan Roh Allah s.w.t’ bukanlah sesuatu yang bisa diuraikan
dengan jelas. Ia adalah sebenarnya rahasia karena jarang manusia yang diberi
pengetahuan tentangnya dan kelompok sedikit yang diberi pengetahuan itu tidak
mampu menguraikannya dengan jelas kepada orang lain. Pemahaman itu ditanamkan
sebagai keyakinan bukan uraian akal. Rahasia Allah s.w.t itulah yang membuka
medan hubungan di antara Allah s.w.t dengan hamba-Nya. Rahasia Allah s.w.t
itulah yang menanamkan pemahaman tentang Allah s.w.t yang “LAISA KAMITSLIHI
SYAIUN”; Allah Mendengar dan Melihat; Allah Maha Esa dan bermacam-macam
aspek ketuhanan.
Orang sufi banyak menggunakan istilah yang maksudnya kurang jelas bagi
orang awam sedangkan istilah yang demikian tidak ditemui pada zaman Rasulullah
s.a.w. Perlu diketahui bahwa huruf dan perkataan adalah alat untuk menyampaikan
maksud. Kadang-kadang huruf dan perkataan gagal menyampaikan maksud yang
tersirat. Apabila ia gagal menyampaikan maksud ia menjadi tabir yang menyembunyikan
maksud. Ayat yang serupa apabila diucapkan oleh orang yang berlainan bisa
membawa pengertian yang berbeda. Jika seorang jejaka asing berkata kepada
seorang gadis, ‘Aku cinta padamu,’ ia tidak menyampaikan maksud yang jelas
kepada gadis tersebut, tetapi jika kekasihnya yang mengucapkan demikian si
gadis itu akan mendapat maksud yang jelas. Walaupun ayat yang serupa digunakan
tetapi perbedaan orang yang mengatakannya membawa pengertian yang berbeda-beda.
Hanya sebagian kecil saja yang dapat mengeluarkan ucapan yang maksud sebenarnya
masuk terus kepada pemahaman si pendengar. Golongan yang paling arif dalam
bidang tersebut adalah para nabi dan yang terutama di antara mereka adalah Nabi
Muhammad s.a.w. Apabila Nabi Muhammad s.a.w menyampaikan sesuatu perkara maka
maksud yang sebenarnya terus tertanam dan terpahat dalam hati si pendengar.
Apabila baginda s.a.w mengatakan, “Allah Mendengar dan Melihat,” maka maksud
Allah Mendengar dan Melihat itu menjadi jelas pada pemahaman orang yang
menerima pengajaran dari baginda s.a.w, hingga uraian lebih lanjut tidak
diperlukan karena orang tersebut benar-benar mengerti apa yang baginda s.a.w
maksudkan. Kaum Muslimin beriman kepada perkataan Rasulullah s.a.w yang
melahirkan pemahaman pada mereka dan mereka tidak perlu bertakwil lagi.
Perkataan yang keluar secara langsung dari mulut Rasulullah s.a.w berkekuatan
menghancurkan hijab, membuka keghaiban dan menyampaikan maksud yang tersirat,
melebihi apa saja bentuk amalan menghancurkan hijab atau menyingkap keghaiban
yang dilakukan oleh siapapun, baik ahli ibadat atau ahli suluk. Sebab itu para
sahabat baginda s.a.w tidak perlu menjalani latihan khusus seperti berkhalwat
atau bersuluk. Apabila Rasulullah s.a.w mengatakan, “Allah lebih hampir
kepada kamu dari urat leher kamu sendiri”, maka para sahabat mendapat pemahaman
yang jitu tentang kedektan Allah s.w.t yang baginda s.a.w maksudkan itu. Mereka
tidak memerlukan ulasan karena perkataan yang keluar secara langsung dari mulut
Rasulullah s.a.w memberi pemahaman yang lebih jelas dari apa saja bentuk
dan cara penjelasan. Perkataan Rasulullah s.a.w sudah membukakan rahasia dan
yang tersembunyi terkait dengan apa yang baginda s.a.w katakan, maka tidak perlu
lagi ada istilah tambahan, yang rahasia atau yang samar-samar.
Semakin jauh zaman meninggalkan Rasulullah s.a.w semakin berkurangan
kekuatan perkataan yang diucapkan oleh manusia, walaupun mereka menggunakan
bahasa dan perkataan yang pernah baginda s.a.w ucapkan. Ayat al-Quran yang
dibaca pada hari ini sama dengan ayat al-Quran yang dibacakan oleh Rasulullah
s.a.w dahulu tetapi tidak ada manusia pada hari ini dapat membacakan al-Quran
dengan cara menyampaikan maksud sebenarnya dan setepat yang dibacakan itu
kepada pendengar sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah s.a.w.
Guru-guru hari ini perlu mencari kekuatan tambahan kepada perkataan mereka
dengan memperbanyakkan perkataan yang diperkatakan dalam bentuk terjemahan,
uraian, tafsiran, ulasan, perumpamaan dan sebagainya. Apabila sampai kepada
perkara-perkara ghaib dan tersembunyi guru perlu mengadakan pintu untuk menahan
murid yang belum layak untuk masuk dan membukanya sebagai jalan masuk kepada
murid yang sudah layak. Pintu tersebut adalah istilah-istilah yang baru
digunakan, yang tidak digunakan sebelumnya. Ia menjadi batas memisahkan yang
khusus dari yang awam. Di antara istilah baru itu adalah Rahasia Allah s.w.t
yang menceritakan tentang hubngan insan dengan tiupan Roh Allah s.w.t. Istilah
tersebut menyekat orang awam dari mencari-cari maksud yang tersirat dan istilah
itu juga menjadi tahap loncatan bagi mereka yang memperoleh pemahaman tentang
perkara tersebut. Pemahaman yang diperoleh itu adalah pemahaman yang tidak
dapat diuraikan, tetapi dimengerti halnya dan melaluinya orang khusus maju
terus dalam mengenal Allah s.w.t.
Allah s.w.t mengurniakan fitrah sejagat kepada manusia karena mereka
memikul amanah serta beban tugas yang suci lagi mulia:
(Allah bertanya dengan firman-Nya):
“Bukankah Aku Tuhan kamu?” Mereka semua menjawab: “Benar (Engkaulah Tuhan
kami), kami menjadi saksi”. (Ayat 172 : Surah al-A’raaf)
Dan (ingatlah) Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan untuk mereka menyembah dan beribadat kepada-Ku. (
Ayat 56 : Surah adz-Dzaariyaat )
Fitrah manusia bukan sekedar berperanan dalam mengurus kehidupan menurut
tabiat awal kemanusiaan malah lebih penting lagi ia adalah persediaan buat
manusia melakukan kehambaan (ubudiah) terhadap Allah s.w.t.
Manusia yang bergerak dalam sekop fitrahnya mampu memperoleh pengetahuan
melalui akal fikiran, ilham dan kasyaf. Pancaindera dan fikiran bergabung di
dalam mendapatkan pengetahuan mengenai perkara yang zahir. Pengetahuan yang
diperoleh dengan cara ini bisa dikembangkan oleh akal fikiran dengan
menggunakan hukum logik dan formula-formula yang dapat disusun oleh akal
fikiran. Kebisaan berfikir yang dihasilkan oleh fitrah manusia mampu membawa
manusia meneliti/memelajari segala bidang lahiriah seperti sains, teknologi,
matematik, astronomi, kedoktoran, urusan negara dan lain-lain. Batas bagi akal
fikiran adalah logik. Ia tidak mampu mengolah sesuatu yang telah keluar dari
daerah logik.
Kemampuan fitrah merupakan kenyataan kepada firman Tuhan yang bermaksud: “Dan
telah diajarkan kepada Adam nama-nama semuanya”. Segala pengetahuan yang diperlukan
manusia untuk menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi sudah ada pada
fitrahnya. Proses pembelajaran, pengalaman, penyelidikan dan sebagainya
merupakan cara mencungkil pengetahuan yang tersimpan di dalam khazanah/perbendaharaan
fitrah, bukan membawa masuk pengetahuan yang baru. Pada satu tahap, pengetahuan
di dalam khazanah fitrah dicungkil melalui cara berfikir. Kebisaan berfikir ini
dikuasai oleh semua manusia kecuali orang gila.
Apa yang Tuhan ajarkan kepada Adam a.s (dan manusia) bukan sekedar
penggunaan akal fikiran. Apabila fitrah sampai kepada puncak kekuatan berfikir
yang dimilikinya yaitu apabila hukum logik gagal memberi uraian maka fitrah
beralih kepada bakat/kemampuan keduanya yaitu ilham. Bidang ilham sesuai untuk
dipelajari oleh mereka yang fitrahnya bebas dari hukum logik, yaitu tarikan
anasir alam, pengaruh kebendaan dan hawa nafsu. Kebanyakan yang termasuk di
dalam golongan ini adalah ahli falsafah yang telah membebaskan hati mereka dari
batas kebendaan. Bila hati sudah dapat melepaskan diri dari kongkongan
kebendaan dapatlah ia masuk ke dalam bidang ilham yang berada di balik alam
kebendaan. Ilham membuka pemahaman tentang unsur ghaib yang mempengaruhi
perjalanan kehidupan yang zahir.
Ilham bisa dibagi kepada dua jenis yaitu ilham ahli falsafah dan ilham ahli
sufi (ahli kerohanian). Ahli falsafah menggunakan kekuatan dirinya untuk
berjuang menentang hawa nafsu dan membebaskannya dari tarikan anasir-anasir
alam. Bila telah dapat berbuat demikian rohaninya mampu memandang kepada
keghaiban yang menyelimuti alam zahir. Dia dapat menyaksikan tenaga ghaib yang
membentuk sistem dan mempengaruhi perjalanan segala yang zahir. Di balik semua
itu dia dapat melihat kesempurnaan: kesempurnaan peraturan dan perjalanan alam
maya dan kesempurnaan Pencipta segala kesempurnaan itu. Renungan ahli falsafah
berakhir dengan pengakuan tentang wujudnya kekuasaan Mutlak yang mencipta dan
mengatur perjalanan alam ini. Kefanaan di dalam kesempurnaan itu menjadikan
ahli falsafah mencintai yang sempurna dan bergerak membentuk kesempurnaan di
dalam kehidupan ini.
Ahli sufi pula di samping berjuang menentang hawa nafsu dan tuntutan
badaniah dia juga membenamkan dirinya ke dalam zikir atau ingatan kepada Allah
s.w.t secara terus menerus. Pergantungannya tidak terlepas dari Tuhan. Apabila
dia mampu di dalam perjalanannya dia mampu di dalam keadaan ingat dan
bergantung kepada Allah s.w.t. Oleh itu ilham yang terbuka kepadanya lebih
berkaitan dengan Tuhan dari makhluk Tuhan. Perhatiannya terhadap makhluk,
termasuklah dirinya sendiri, mengecil dan perhatiannya kepada Tuhan membesar.
Jika ilham ahli falsafah lebih tertumpu kepada kesempurnaan dan kerapian
penciptaan yaitu perbuatan Tuhan, ilham ahli sufi tertumpu kepada keelokan dan
kesempurnaan sifat Tuhan yang menciptakan segala kesempurnaan dan keelokan itu.
Ilham ahli falsafah melahirkan rasa kekaguman terhadap Pencipta sementara ilham
ahli sufi melahirkan rasa kedekatan dan keasyikan terhadap Pencipta Yang Maha
Indah lagi Maha Sempurna. Ilham sufi bukan sekedar melahirkan pengakuan dan
keasyikan terhadap Yang Maha Mencipta dan Maha Mengatur, malah ahli sufi juga
memperoleh keyakinan tentang kedudukannya pada taraf kehambaan yang perlu
membuktikan kehambaan itu, tetapi ilham sufi tidak mampu membuka rahasia
ketuhanan dan tidak berupaya membentuk cara pengabdian kepada Tuhan sebagaimana
yang dikehendaki oleh Tuhan.
Fitrah tidak mengaku kalah pada tahap ilham. Ia maju lagi meneliti/
mempelajari lebih tinggi dengan menggunakan bakat/kemampuannya yang ke tiga
yaitu kasyaf. Kasyaf adalah terbukanya perkara ghaib kepada alam perasaan dan
penyaksian mata hati. Apa yang difikirkan dan ditemui melalui ilham dapat
dirasakan atau disaksikan melalui kasyaf. Bidang kasyaf membuka perkara yang
tersembunyi dibalik yang nyata dan juga membuka bidang alam ghaib yang tidak
dapat dipandang dengan mata, tidak dapat difikirkan dan dikhayalkan dan
terkeluar dari medan logik. Bidang kasyaf memungkinkan seseorang memperoleh
pengetahuan tentang alam rohani seperti Alam Jin, Alam Barzakh, syurga dan
neraka. Kasyaf bisa membuka lebih jauh kepada suasana yang dinisbahkan kepada
ketuhanan. Suasana ketuhanan yang dibukakan kepada ahli kasyaf adalah sebagai
perkenalan dari Tuhan kepada hamba. Oleh karena Tuhan adalah: “LAISA
KAMITSLIHI SYAIUN” maka suasana yang dinisbahkan kepada ketuhanan atau
diibaratkan kepada Tuhan yang dibukakan kepada ahli kasyaf adalah dalam bentuk
misal, ibarat atau penyifatan. Suasana misal yang disaksikan itu menanamkan pemahaman
tentang Tuhan yang tidak bisa dimisalkan.
Pengetahuan yang diperoleh secara fikiran dan ilham dinamakan makrifat
(pengenalan) secara ilmu. Pengetahuan yang diperolehi secara kasyaf dinamakan
makrifat secara zauk atau penyaksian mata hati. Apabila kasyaf sampai kepada puncak
penyaksiannya maka tiada apa lagi yang dapat disaksikan. Kasyaf pada tahap ini
hanya merasakan dengan penuh yakin tanpa menyaksikan tentang Wujud Tuhan yang
tanpa misal, tanpa sifat, tanpa ibarat dan tidak bisa dikatakan apa-apa karena
Allah s.w.t adalah : “LAISA KAMITSLIHI SYAIUN”
Medan kasyaf yang sangat luas itu dibuka oleh sufi yang telah membuang
segala kepentingan diri sendiri lantaran kecintaan mereka kepada Allah s.w.t.
Melalui kasyaf, yang paling tinggi yang dapat disaksikan adalah suasana atau
keadaan yang dinisbahkan kepada Tuhan tetapi bukanlah Tuhan. Apabila melampaui
tahap penyaksian kasyaf sampai kepada batasan terakhir yaitu merasakan secara
zauk Wujud Tuhan yang tidak dapat disifatkan dan Dia Maha Esa, tiada sesuatu
beserta-Nya. Puncak kasyaf adalah kejahilan di mana tidak ada lagi bahasa yang
mampu bercerita tentang Tuhan. Ahli kasyaf yang masuk kepada tahap ini berada
dalam suasana yang dinamakan keheran-heranan di mana dia merasakan telah
mengenal Tuhan tetapi tidak mampu menyingkap pengenalan tersebut. Dia dikatakan
faham tanpa sesuatu pemahaman dan tahu tanpa sesuatu pengetahuan.
Kasyaf tidak tahu menyebut Allah s.w.t sebagaimana Dia mau disebut. Kasyaf
tidak tahu menceritakan Allah s.w.t sebagaimana yang Dia mau diceritakan.
Kasyaf tidak berupaya memperkenalkan Allah s.w.t sebagaimana Dia mau Diri-Nya
dikenali. Kasyaf juga tidak tahu bentuk pengabdian yang Allah s.w.t maukan dari
hamba-Nya. Kasyaf tidak dapat mengajar manusia cara menyembah Allah s.w.t.
Jadi, fitrah manusia dengan segala bakat/kemampuannya tidak dapat membuka
Kebenaran Hakiki mengenai Allah s.w.t. Dalam soal ini fitrah sampai kepada
keadaan mesti tunduk, patuh dan taat dengan seluruh penyerahan kepada Allah
s.w.t dan menyatakan hajat kepada bimbingan yang langsung dari-Nya serta
bermohon agar Dia sendiri membuka Yang Haq itu.
Hanya Allah s.w.t bisa menyatakan apa yang Dia kehendaki. Hanya Dia yang
berhak menentukan cara pengabdian dan penyembahan kepada-Nya. Hanya Dia yang
mampu memperkenalkan Diri-Nya sebagaimana yang Dia mau. Dalam perkara ini
manusia tidak ada pilihan melainkan berhajat kepada WAHYU yang datang dari
Allah s.w.t sendiri untuk menghakimi fikiran, ilham dan kasyaf. Kebenaran yang
dikatakan oleh wahyu itulah yang kebenaran sejati, yang paling benar, tidak
bisa dijabar oleh fikiran, ilham dan kasyaf. Tugas fikiran, ilham dan kasyaf
adalah membuktikan kebenaran wahyu bukan mencari kebenaran yang lain dari itu.
Tanpa bimbingan wahyu manusia membentuk bermacam-macam kepercayaan dan cara
menyembah Tuhan. Golongan yang hanya menggunakan akal hanya berminat dengan
perkara kebendaan. Golongan ini kurang berminat tentang Tuhan. Dari kalangan
mereka muncul golongan ateis yang tidak percaya kepada Tuhan dan perkara ghaib.
Dari kalangan ahli falsafah pula muncul ideologi idealisme yang kemudiannya
diterima oleh orang banyak sebagai agama. Agama yang muncul melalui cara ini
berasaskan fitrah kemanusiaan semata-mata. Golongan ini melihat kesempurnaan
yang diletakkan oleh Pencipta kepada kejadian alam tetapi keadaan Pencipta itu
sendiri tertutup kepada mereka. Oleh yang demikian perhatian mereka kuat
tertuju kepada kejadian alam. Apabila sikap menghormati dan mencintai anasir
alam sudah berlebihan ia bertukar menjadi penyembahan. Kesudahannya muncullah
agama yang mengadakan anasir alam sebagai sekutu Tuhan.
Golongan sufi yang belum matang mendapat gambaran yang tidak tepat tentang
Tuhan. Di dalam golongan ini bukan saja terdapat kaum Muslimin yang memasuki jalan
sufi, ia termasuk juga penganut kepercayaan lain yang membuat latihan tarekat
menurut kepercayaan mereka. Bila alam ghaib terbuka kepada mereka, biasanya di
samping melihat kesempurnaan sifat Tuhan mereka juga melihat kesempurnaan diri
sendiri yang ditempa oleh Tuhan. Sebagian dari mereka terdorong ke dalam rasa
takjub dan fanatik terhadap kesempurnaan diri, lalu melihat sifat ketuhanan
pada diri. Dari golongan mereka muncullah golongan yang mempertuhankan Isa
al-Masih, Uzair, Buddha dan lain-lain. Ada pula yang mempertuhankan diri
sendiri. Banyak lagi kekeliruan yang muncul dalam akidah manusia apabila mereka
tidak bersandar kepada wahyu. Kebenaran yang sejati tentang Tuhan dan cara
menyembah-Nya hanya bisa didapatkan dari wahyu.
Manusia telah memilih seorang wakil yang paling sempurna dari kalangan
mereka, seorang insan yang paling tinggi kecerdasan akalnya, paling luas medan
ilhamnya dan paling terang suluhan kasyafnya. Wakil yang sempurna itu adalah
Nabi Muhammad s.a.w. Sebelum wahyu datang wakil yang sempurna itu telah
menjalani latihan khalwat di Gua Hiraa. Melalui proses tersebut kesempurnaan
baginda s.a.w menjadi lebih sempurna tetapi kesempurnaan yang paling sempurna
itu pun tetap tunduk kepada hukum Allah s.w.t yaitu berhajat kepada jawaban dan
bimbingan yang langsung dari-Nya, tidak mampu diduga oleh akal, tidak mampu
diurai oleh ilham dan tidak mampu disuluh oleh kasyaf walaupun semua kemampuan
tersebut berada di dalam kesempurnaan. Apabila Allah s.w.t mendatangkan jawaban
dengan wahyu-Nya barulah hilang segala kesamaran dan kekusutan dan
tersingkaplah hijab yang menutupi Yang Haq! Fikiran, ilham dan kasyaf wajib
akur dengan apa yang wahyu katakan karena wahyu itulah Kalam al-Haq.
Pada tanggal 17 Ramadan, tahun 41 dari usia Nabi Muhammad s.a.w, wahyu yang
pertama menyinari fitrah suci baginda s.a.w. Terbukalah era baru di dalam
kehidupan manusia dan penduduk seluruh alam. Yang samar telah terang. Yang
tertutup telah terbuka. Yang terhijab telah tersingkap. Yang tidak bisa dikatakan
sudah bisa dikatakan. Yang Haq telah nyata tanpa ragu-ragu lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon Komentar Anda Dengan Tulisan Ini