Selamat Datang.............

Kamis, Oktober 22, 2009

DAYA TARIK HARTA BENDA DUNIAWI

Sepanjang kehidupan, kita punya cita-cita tertentu untuk dicapai: kekayaan, harta benda, dan kedudukan yang lebih baik, serta pasangan dan anak-anak. Inilah di antara cita-cita yang umum bagi hampir semua orang. Segala rencana dan upaya dikerahkan untuk mencapai tujuan-tujuan ini. Meskipun satu-satunya fakta yang tidak dapat disangkal adalah bahwa segala sesuatunya cenderung menua dan musnah, manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari keterikatan terhadap benda-benda. Suatu hari sebuah mobil baru akan ketinggalan zaman; karena sebab-sebab alamiah, tanah pertanian yang subur menjadi gersang; seorang yang cantik kehilangan semua pesonanya ketika ia menua. Di atas segalanya, setiap manusia di muka bumi akan mati, meninggalkan segala sesuatu yang dimilikinya. Namun meskipun terdapat fakta-fakta yang tak terbantahkan ini, manusia menunjukkan kecintaan yang tak terhingga kepada harta benda.
Mereka yang menghabiskan hidupnya dalam kecintaan buta akan harta benda duniawi, akan menyadari bahwa mereka menghabiskan seluruh hidup mereka mengejar ilusi. Mereka akan menyadari keadaan yang menggelikan ini setelah mereka mati. Pada saat itulah akan tampak jelas bagi mereka tujuan akhir kehidupan, yakni menjadi hamba Allah yang ikhlas.
Di dalam Al Quran, Allah cukup banyak menyebutkan "keterikatan yang dalam" ini di dalam ayat-ayat berikut:
Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. (QS. Ali 'Imran, 3: 14)
Semua hal di dunia ini kekayaan, pasangan, anak-anak, dan perdagangan menyibukkan banyak orang di dalam hidupnya. Namun, jika mereka dapat memahami kekuasaan dan keagungan Allah, mereka akan paham bahwa semua hal yang diberikan kepada manusia ini hanyalah sarana untuk memperoleh keridhaan-Nya. Dengan cara ini, mereka juga akan memahami bahwa tujuan utama manusia adalah menjadi hamba-Nya. Sedangkan, mereka yang tidak benar-benar beriman kepada Allah memiliki pandangan yang kabur dan pemahaman yang dangkal akan keberadaan mereka karena ambisi-ambisi duniawi mereka. Mereka mengharapkan hal-hal besar dari kehidupan yang cacat ini.
Mengejutkan bahwa manusia melupakan semua tentang Hari Akhirat, tempat tinggal yang sempurna dan mulia baginya, dan merasa puas dengan dunia ini. Kalaupun seseorang tidak memiliki keimanan yang sempurna, adanya "kemungkinan" kecil tentang Hari Akhirat seharusnya membuatnya, paling tidak, bersikap lebih hati-hati.
Orang-orang yang beriman, sebaliknya sangat menyadari bahwa hal ini, sama sekali bukanlah "kemungkinan", namun kenyataan. Karena itulah hidup mereka bertujuan untuk menghapuskan kemungkinan sekecil-kecilnya dari terjerumus ke dalam neraka; seluruh upaya mereka dimaksudkan untuk mencapai surga. Mereka sangat paham pahitnya kekecewaan di Hari Akhirat setelah kehidupan yang habis tersia-sia. Mereka juga menyadari bahwa tumpukan kekayaan, seperti rekening bank yang melimpah, mobil-mobil dan kediaman yang mewah, tidak akan diterima sebagai tebusan bagi azab yang kekal. Lebih-lebih lagi, tak seorang pun keluarga atau teman akrab seseorang akan datang untuk menyelamatkannya dari kesedihan abadi ini. Sebaliknya, setiap jiwa akan berusaha menyelamatkan dirinya sendiri. Namun walau begitu, kebanyakan orang mengira bahwa kehidupan ini tidak berlanjut ke Hari Akhirat, dan dengan serakah merengkuh dunia ini. Allah menyebutkan ini di dalam ayat berikut:
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. (QS. At-Takaatsur: 1-2)
Godaan kepada harta benda duniawi, tak diragukan lagi, merupakan rahasia dari ujian. Allah menciptakan semua hal yang ia limpahkan dengan sangat indah, namun juga singkat usianya. Hal ini hanyalah untuk membuat manusia berpikir dan membandingkan hal-hal yang diberikan kepada mereka di dunia ini dengan Hari Akhir. Inilah "rahasia" yang kita bicarakan. Kehidupan di dunia memang indah; begitu penuh warna dan atraktif, mengungkapkan keagungan penciptaan oleh Allah. Tak diragukan, manusia menginginkan hidup yang baik dan menyenangkan dan, tentu saja, memohon kepada Allah untuk menjalani hidup seperti itu. Namun ini tidak pernah dapat menjadi tujuan akhir, karena tujuan seperti itu dalam hidup tidaklah lebih penting daripada meraih keridhaan Allah dan surga. Karenanya, manusia hendaknya tidak boleh pernah melupakan tujuan utamanya, sembari menikmati segala karunia ini. Allah memperingatkan manusia tentang hal ini di dalam ayat berikut:
Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya? (QS. Al Qashas, 28: 60)
Kesukaan yang sangat akan benda-benda duniawi adalah salah satu penyebab manusia melupakan Hari Akhir. Ada hal lain yang harus diingat: manusia tidak pernah menemukan kebahagiaan sejati di dalam benda-benda duniawi yang ia rengkuh dengan serakah ataupun di dalam perbekalan yang ia upayakan mati-matian untuk miliki. Ini karena nafsu yang kuat susah dipuaskan. Tidak peduli betapa banyak yang dimilikinya, nafsu manusia tidak pernah berakhir. Ia pasti selalu mencari yang lebih banyak dan lebih baik. Karena itulah manusia tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kepuasan di dunia ini.
Adakah Kekayaan yang Sebenarnya di Dunia Ini?
Kebanyakan manusia mengira mereka dapat memperoleh kehidupan yang sempurna begitu mereka bertekad untuk itu. Lebih jauh lagi, mereka mengira bahwa kualitas hidup yang tinggi bisa dicapai dengan memiliki lebih banyak uang, standar hidup yang lebih baik, keluarga yang bahagia, dan kedudukan yang terhormat di masyarakat. Namun, orang-orang yang mencurahkan seluruh waktu mereka untuk memperoleh hal-hal se-perti itu jelas-jelas melakukan kesalahan. Pertama, mereka hanya berjuang untuk meraih ketenteraman dan kebahagiaan di dunia ini dan sama sekali melupakan Hari Akhirat. Walaupun terdapat fakta bahwa tujuan utama mereka adalah menjadi hamba Allah di dunia ini dan mensyukuri apa-apa yang dianugerahkan-Nya, mereka menghabiskan hidup untuk memenuhi berbagai hasrat mereka yang sia-sia.
Allah memberitahukan betapa remeh dan menipunya daya tarik dunia di dalam Al Quran:
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagum-kan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al Hadiid, 57: 20)
Tidak mengimani Hari Akhirat atau menganggapnya sebagai kemungkinan yang jauh adalah kesalahan pokok dari banyak orang. Mereka yakin bahwa mereka tidak akan pernah kehilangan kekayaannya. Kesombongan membuat mereka menghindar dari ketundukan kepada Allah dan memalingkan wajah mereka dari janji-Nya. Akhir dari orang-orang seperti ini dikisahkan sebagai berikut:
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Yunus, 10: 7-8)
Sejarah telah menyaksikan banyak orang semacam ini. Para raja, kaisar, dan fir’aun menganggap mereka dapat memperoleh keabadian dengan kekayaan mereka yang hebat; pemikiran bahwa ada sesuatu yang lebih berharga daripada kekayaan dan kekuasaan mungkin tidak pernah terlintas pada mereka. Mentalitas yang cacat ini menyesatkan banyak orang, yang sangat terkesan oleh kekayaan dan kekuasaan mereka. Namun, semua orang yang tidak beriman ini menghadapi akhir yang mengerikan. Di dalam Al Quran, Allah memberitahukan tentang mereka:
Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (QS. Al Mu'minuun, 23: 55-56)
Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir. (QS. At-Taubah, 9: 55)
Orang-orang ini sebenarnya telah mengabaikan sebuah poin yang sangat menentukan. Semua kekayaan dan segala sesuatu yang dianggap penting adalah milik Allah. Allah, Pemilik sebenarnya segala kekayaan, memberikannya kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Sebagai balasannya, manusia diharapkan untuk bersyukur kepada Allah dan menjadi hamba-Nya yang taat. Hendaklah diingat bahwa tidak seorang pun dapat menghalangi pemberian Allah kepada seseorang. Sebaliknya, begitu kekayaan seseorang dicabut, tiada selain Allah yang kuasa mencegahnya. Dengan inilah, Allah menguji manusia. Namun, orang-orang yang melupakan Pencipta mereka dan hari penghisaban tidak mengindahkan ini:
Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (hanya sedikit) . (QS. Ar-Ra'd, 13: 26)